Jauh sebelum saya kuliah, entah sejak SMP atau SMA, saya sudah menyadari kalau saya kesulitan membedakan warna. Jujur, saya tidak mengerti kenapa seragam SMA disebut putih abu-abu, karena di mata saya, celana seragam SMA berwarna biru muda! Saya juga agak susah membedakan antara coklat dan hijau. Banyak kekacauan yang saya buat gara-gara itu. Salah satunya saat titrasi (praktikum kimia) soalnya saya harus menghentikan titrasi tepat saat warna pink menjadi ungu…padahal keduanya bagi saya sama saja! Untung saya belum punya SIM, entah berapa banyak orang yang bisa saya bunuh gara-gara nggak bisa bedain mana lampu hijau mana lampu merah.
Saat penerimaan mahasiswa baru, saya cukup deg-degan waktu tes buta warna dikala pemeriksaan kesehatan. Untunglah saya bisa lolos karena jurusan biologi hanya melarang penderita buta warna total untuk mendaftar. Namun beberapa jurusan jelas terlarang bagi saya seperti desain interior dan desain grafis. FKIP juga haram menerima saya.
Saat praktikum genetika sekitar semester enam, rahasia saya terbongkar! Namun ternyata saya tidak sendiri, beberapa teman saya yang cukup ”terpandang” ternyata juga menderita buta warna. Saya jadi tenang he he. Sekitar dua orang dari 40an mahasiswa tiap tahun menderita buta warna, semuanya laki-laki, itulah persentase yang saya dapat. Tapi itu membuat saya penasaran, apa sebenarnya yang saya derita ini? Mengapa saya Tuhan menciptakan saya begini? Adilkah ini (ehm, agak berlebihan).
Well, artikel ini saya translate dari wikipedia setelah pencarian yang melelahkan di google (setelah menyingkirkan lagu Counting Crows dan Darius).
Saya tidak mengikutsertakan penjelasan genetis (soal wanita apa lah kawin sama lelaki apa lah terus anaknya gimana lah) karena bisa anda dapatkan dengan mudah dalam buku-buku genetika.
Penelitian tentang buta warna secara ilmiah dimulai oleh ahli kimia John Dalton (masih ingat Kimdas dulu? Ia adalah salah seorang pencetus teori atom) pada tahun 1798 menerbitkan jurnal berjudul "Extraordinary facts relating to the vision of colours" ketika menyadari bahwa dirinya menderita buta warna (hore…ada juga orang ngetop yang buta warna). Sejak itu, banyak yang menyebut kondisi buta warna sebagai “Daltonisme”.
Sebelum kita bisa memahami ada apa sebenarnya dengan orang buta warna, kita harus mengetahui apa yang terjadi dalam mata normal. Retina mata manusia normal memiliki dua macam sel yaitu sel batang (rod cell) yang aktif pada cahaya redup dan menyebabkan kita bisa melihat dalam remang-remang dan sel kerucut (cone cell) yang aktif pada cahaya terang dan membuat kita bisa melihat indahnya warna-warni dunia.
Normalnya ada 3 macam sel kerucut, yaitu reseptor biru yang sensitif pada cahaya dengan panjang gelombang pendek, reseptor hijau kekuningan (sering disalahartikan sebagai reseptor hijau) sensitif terhadap panjang gelombang medium, dan reseptor kuning (sering disalahartikan sebagai reseptor merah) sensitif pada panjang gelombang tinggi. Agar bisa melihat perubahan warna secara gradual (example dari merah muda, merah darah, hingga merah tua) atau disebut hue, mutlak dibutuhkan ketiga pigmen tersebut. Mata yang normal (memiliki ketiga pigmen fotoreseptor) dan bisa melihat semua warna beserta hue-nya disebut trichromacy.
1. Monochromacy (buta warna total): hanya dapat melihat hitam, putih, dan abu-abu saja. Dibedakan:
· Rod monochromacy (achromatopsia):
o Retina mata penderitanya hanya punya sel batang dan sama sekali tidak mempunyai sel kerucut.
o Akibatnya tidak hanya tidak mengenali warna, penderitanya juga sangat sensitif terhadap cahaya sehingga tidak tahan cahaya terang (photophobia, kayak vampir gitu).
o Uniknya, walaupun sangat langka di dunia, buta warna ini sangat umum dijumpai di pulau terpencil Pingelap, di negara bagian Pohnpei di Federated States of Micronesia dan disebut “maskun” (bukan Mas Kuncoro ya he he J). Sekitar 1/12 populasinya menderita achromatopsia. Menurut para ahli evolusi, tingginya persentase ini adalah fenomena bottleneck, dimana sejarahnya pulau itu pernah hancur gara-gara badai pada abad ke-18. Salah satu dari sedikit laki-laki penduduk suku yang selamat pastilah membawa gen untuk achromatopsia, sehingga kini setelah populasinya sekarang mencapai beberapa ribu, sekitar 30% membawa gen ini.
· Cone monochromacy:
o Retina mempunyai sel batang dan sel kerucut, tapi hanya memiliki salah satu dari 3 macam fotoreseptor dalam sel kerucut
o Penderitanya tidak begitu sensitif terhadap cahaya terang seperti achromatopsia dan berpenglihatan normal (nggak rabun).
o Contohnya blue cone monochromacy dimana penderitanya tidak memiliki pigmen merah dan hijau. Kelainan ini dikodekan pada kromosom X, tempat yang sama dengan kelainan buta warna parsial hijau-merah.
2. Dichromacy terjadi saat penderita kehilangan salah satu pigmen sel kerucutnya sehingga tidak bisa membedakan warna. Dibedakan lagi:
· Protanopia:
o Disebabkan tidak adanya fotoreseptor warna merah pada sel kerucut.
o Warna merah bagi penderita buta warna ini hanya terlihat gelap. Bendera kita baginya hitam putih.
o Bersifat terkait seks, diturunkan, dan terjadi pada 1% laki-laki dalam populasi.
· Deuteranopia:
o Disebabkan tidak ada fotoreseptor warna hijau pada sel kerucut.
o Hampir sama seperti protanopia, hanya warna merah baginya tidak terlihat gelap.
o Ia mungkin merasa bingung mengapa orang lain bisa menyebut nama-nama warna yang berbeda seperti merah, oranye, kuning dan hijau untuk warna yang semuanya tampak sama di matanya.
o Baginya nama warna seperti violet, lavender, ungu dan biru tidak banyak berarti sebab semuanya terlihat satu warna baginya.
o Ini karena warna dengan panjang gelombang diatas 498 nm langsung disebutnya kuning dan dibawah itu terlihat biru.
o Ada cerita unik, Dalton didiagnosis menderita deuteranopia pada tahun 1995, hampir 150 tahun setelah kematiannya. Kok bisa? Karena diadakan tes DNA pada bola matanya yang diawetkan.
o Kelainan ini bersifat terkait seks, diturunkan, dan terjadi pada 1% laki-laki dalam populasi.
· Tritanopia:
o Sangat langka
o Terjadi karena tidak adanya fotoreseptor warna biru pada sel kerucut
o Penderitanya tak pernah melihat warna kuning hingga biru, paling maksimal hanya warna violet.
o Bagi mereka, warna dengan panjang gelombang diatas 570 nm terlihat sebagai merah, sedangkan dibawahnya terlihat sebagai hijau.
3. Anomalous trichromacy: penderitanya dapat melihat ketiga warna seperti mata normal, namun mereka hanya memiliki persepsi yang berbeda dengan warna yang dilihat mata normal apabila warna yang berbeda mulai dicampurkan (mixed colours). Ini karena sel kerucut mereka lengkap memiliki ketiga pigmen fotoreseptor, tapi terdapat kelainan pada salah satu fotoreseptor yang menyebabkan sensitivitas spektralnya ”meleset” dari panjang gelombang yang seharusnya (bedakan dengan penderita dichromacy yang memang tidak memiliki salah satu pigmen). Dibedakan lagi:
· Protanomaly:
o Terjadi karena perubahan sensitivitas fotoreseptor merah
o Penderitanya bisa salah membedakan merah tua dengan hitam.
o Bersifat terkait seks, diturunkan, dan terjadi pada 1% laki-laki dan 0,01% perempuan dalam populasi. Biasanya diturunkan dari ibu ke anak laki-lakinya.
· Deuteranomaly:
o Disebabkan karena pergeseran sensitivitas spektral pigmen hijau
o Bisa salah membedakan hijau tua dengan hitam.
o Mirip seperti mata protanomaly, mata deuteranomal hampir tak bisa membedakan hue dari merah, oranye, kuning, hingga hijau, dan hanya dilihatnya sebagai warna merah yang berubah-ubah.
o Sebagian besar penderita buta warna adalah deuteranomaly. Persentasenya dalam populasi lumayan besar; sekitar 6% laki-laki dan 0,04% perempuan. Diturunkan dan terkait kromosom X.
o Perbedaan antara protanomaly dan deuteranomaly adalah deuteranomaly tidak memiliki masalah dengan ”brightness”.
· Tritanomaly:
o kelainan tidak bisa membedakan hue dari warna biru ke kuning.
o Jeremy H. Nathans dari Howard Hughes Medical Institute pada tahun 2006 membuktikan bahwa tritanomaly disebabkan oleh mutasi gen pengkode sel kerucut dengan pigmen biru yang terdapat pada kromosom 7, bukan pada kromosom X seperti pada jenis buta warna lainnya.
o Akibatnya tritanomaly tidak terpaut seks dan kesempatan laki-laki ataupun perempuan untuk mengidapnya adalah sama.
Penderita protanomaly dan deuteranomaly bisa diketahui dengan alat bernama anomaloscope, yang dapat mencampurkan cahaya merah dan hijau yang pada perbandingan yang tepat dapat menghasilkan warna kuning. Inilah ilustrasi jika seorang bermata normal bersama penderita protanomaly dan deuteranomal nonton anomaloscope bareng.
Mulanya anomaloscope mencampurkan merah
D : ”Wah, bagus ya warnanya kuning.”
N&P : ”Kuning? Ijo kale...”
Setengah jam kemudian... anomaloscope mencampur merah>hijau sehingga warna kemerahan.
P : ”Wah, kuning tuh!”
N&D : ”Merah kali Den!”
Setengah jam kemudian... campuran warna dengan komposisi tepat sehingga seharusnya terlihat warna kuning.
N : ”Nah, itu baru warnanya kuning!”
D :”Itu mah udah merah.”
P : ”Bukannya itu masih ijo?”
D&P : ”Perasaan lu dari tadi liatnya beda terus deh...dasar gila!”
N : ”Aaargh!!!”
Bingung bedanya apa? Nih saya buatin tabel biar jelas:
Jenis buta warna | Rod cell | Cone cells | ||
Merah | Hijau | Biru | ||
Rod monochromacy (achromatopsia) | ada | Tak ada | Tak ada | Tak ada |
Cone monochromacy | ada | ada | Tak ada | Tak ada |
ada | Tak ada | ada | Tak ada | |
ada | Tak ada | Tak ada | ada | |
Protanopia | ada | Tak ada | ada | ada |
Deuteranopia | ada | ada | Tak ada | ada |
Tritanopia | ada | ada | ada | Tak ada |
Protanomaly | ada | Ada/rusak | Ada/baik | Ada/baik |
Deuteranomaly | ada | Ada/baik | Ada/rusak | Ada/baik |
Tritanomaly | ada | Ada/baik | Ada/baik | Ada/rusak |
Wah sel batangnya ada semua. Kalo nggak punya sel batang dan semua sel kerucut namanya apa dong? Buta kale...
Namun buta warna tidak hanya disebabkan faktor keturunan saja. Seseorang yang bermata normal bisa saja menjadi buta warna apabila otaknya mengalami kerusakan, terutama jika terjadi pada bagian lateral geniculate nucleus dari thalamus dan visual area V4 dari visual cortex (aduh nggak ngerti apa tuh) yang memproses warna. Bahkan, walaupun jarang, penderita migrain bisa juga lho mengalami buta warna sementara.
Selain itu ada kelainan yang disebut color agnosia dan cerebral achromatopsia, dimana mata penderitanya mampu melihat warna seperti mata normal, hanya mereka tak mampu menyebutkan apa nama warna itu. Kelainan ini sering disebut sebagai buta warna palsu/semu karena bukan disebabkan kegagalan penglihatan pada mata, namun kegagalan persepsi karena kelainan pada bagian otak. Keduanya merupakan bentuk visual agnosia.
Persentase Buta Warna | ||||
Men | Women | Total | ||
Overall | — | — | — | |
Overall ( | — | — | 1.30% | |
Red-green (Overall) | 7 to 10% | — | — | |
Red-green (Caucasians) | 8% | — | — | |
Red-green (Asians) | 5% | — | — | |
Red-green (Africans) | 4% | — | — | |
Monochromacy | — | — | — | |
Rod monochromacy (no cones) | 0.00001% | 0.00001% | — | |
Dichromacy | 2.4% | 0.03% | — | |
Protanopia (L-cone absent) | 1% to 1.3% | 0.02% | — | |
Deuteranopia (M-cone absent) | 1% to 1.2% | 0.01% | — | |
Tritanopia (S-cone absent) | 0.001% | 0.03% | — | |
Anomalous Trichromacy | 6.3% | 0.37% | — | |
Protanomaly (L-cone defect) | 1.3% | 0.02% | — | |
Deuteranomaly (M-cone defect) | 5.0% | 0.35% | — | |
Tritanomaly (S-cone defect) | 0.0001% | 0.0001% | — |
Ket: L-Cone=merah, M-Cone=hijau, S-Cone=biru-kuning
Kebalikan dari buta warna adalah wanita tetrachromic, yang bersifat heterozygot anomalous trichromacy (alah…alah…) karena inaktivasi kromosom X. Wanita ini justru mempunyai 4 macam reseptor pada sel kerucutnya! Busyet…gue aja kurang…
Penderita buta warna kerap disalahartikan sebagai orang ”cacat” (idih salah banget!), padahal kenyataannya, orang buta warna justru lebih “unggul” daripada orang normal. Ini berdasarkan teori dalam evolusi yang berbunyi “Suatu sifat resesif yang tetap dipertahankan muncul pada persentase 5% pada populasi pastilah memiliki suatu keuntungan bagi populasi itu dalam jangka waktu panjang”.
Saat Perang Dunia II ada satu skuadron tentara yang seluruhnya buta warna. Mereka adalah pasukan elite karena ketidakmampuan melihat warna tertentu membuat mereka bisa mengenali kamuflase lebih mudah daripada mata normal. Musuh berseragam loreng di balik semak-semak dengan mudah mereka bidik!
Nenek moyang kita waktu masih berburu dan meramu juga pasti tahu mengajak salah satu orang yang buta warna akan lebih menguntungkan, sebab dia bisa melihat buruannya bersembunyi di balik pepohonan dengan mudah.
Bahkan orang yang buta warna total konon bisa melihat di dalam gelap lebih baik daripada mereka yang bisa melihat warna. Ini karena pada dasarnya di mata mereka memang cuma ada warna putih, abu-abu, dan hitam sehingga sudah terbiasa, sedangkan mata normal baru melihatnya ketika terjadi mati lampu.. Hebat bukan?
Jadi, jangan salah paham. Wikipedia menyebut kami buta warna bukannya kehilangan “warna”, hanya resolusinya. Bagi saya (walaupun buta warna), langit tetap biru, mawar tetap merah, dan anda tetap ganteng/cantik he…he…he…
1 komentar:
setelah saya baca blog ini,saya sadar bahwa saya termasuk dalam anomalous tricomachy,tapi saya masih belum bisa nentuin protanomaly,deuttro,atau titra ...?
bisa kasih keterangan yang lebih lengkap lagi tentang anomalous try cromachy nggak.kalau boleh tritanomaly lebih banyak lagi, soalnya diblog ini belum jelas.ma kasih.....
Posting Komentar